Jumat, 02 Januari 2009

Kesejahteraan faktor peningkatan mutu pendidikan

Kesejahteraan faktor peningkatan mutu pendidikan

SUDAH menjadi pengetahuan umum bahwa mutu pendidikan di Tanah Air sampai saat ini masih rendah. Cukup banyak bukti yang dapat digunakan untuk mendukung kesimpulan itu. Rata-rata hasil ujian akhir nasional, ujian akhir sekolah atau apa pun namanya untuk semua mata pelajaran berkisar pada rentangan 5 sampai 7 saja.

Berbagai hasil survei yang dilakukan oleh lembaga internasional juga menempatkan prestasi siswa Indonesia pada posisi bawah. Terakhir, hasil survei TIMSS 2003 (Trends in International Mathematics and Sciencies Study) di bawah payung International Association for Evaluation of Educational Achievement (IEA) menempatkan Indonesia pada posisi ke-34 untuk bidang matematika dan pada posisi ke-36 untuk bidang sains dari 45 negara yang disurvei (Kompas, 22/12/2004). Bahkan, di Jawa Timur, dalam seleksi penerimaan calon pegawai negeri daerah yang diumumkan beberapa hari lalu dilaporkan banyak formasi yang tidak terisi karena tidak satu calon pun yang mengikuti ujian memenuhi nilai standar (passing grade) yang ditetapkan.

Saat ini, dari sekitar 2,7 juta guru ada 1,7 yang belum terkualifikasi sarjana atau diploma 4. Dari jumlah itu, 1 juta guru mengajar di Sekolah Dasar dan 173 ribu mengajar di Madrasah Ibtidaiyah. Sebanyak 723 ribu guru yang belum terkualifikasi berstatus guru swasta.

Pendidikan adalah aset berharga bagi setiap orang. Bahkan kualitas pendidikan sangat menentukan maju tidak sebuah daerah. Saat ini sektor pendidikan belum menjadi sektor utama perhatian pemerintah. Buktinya, masih banyak sekolah rusak, anak putus sekolah dan buta huruf. Pada tingkat SD hingga SMP, pemerintah telah mencanangkan program sekolah gratis. Terutama yang berada pada daerah pemukiman dan pinggiran kota. Hal ini dimaksudkan agar memberikan peluang bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dapat mengenyam pendidikan sama dengan masyarakat yang memiliki taraf hidup lebih tinggi. Selain itu adanya penambahan sekolah yang berada di pulau-pulau.

Ditingkat SMA, pemerintah melakukan terobosan melalui Sistem Sekolah Cerdas, melaksanaklan manajemen sekolah dengan basis teknologi informasi, peningkatan mutu saing keluaran siswa melalui ujian akhir yang dilakukan secara ketat dan beberapa upaya lainnya.

Sehubungan dengan peningkatan kualitas pendidikan kita masih di bawah standar alias belum memenuhi harapan. Di balik semua upaya yang telah dilaksanakan, masih memiliki catatan-catatan yang masih perlu dibenahi. Kita bisa memulai dari proses mengajar di sekolah . Dimana keterlibatan guru sangat besar manfaatnya, termasuk penyediaan fasilitas belajar mengajar. Bicara mengenai kondisi guru, sekarang masih banyak yang belum memenuhi standar nasional yang menyebabkan kualitas murid juga kurang bagus. Belum lagi penyediaan sarana dan prasarana belum memadai seperti yang diharapkan. Misalnya banyak gedung sekolah yang kondisinya memprihatinkan. Hal inilah yang perlu mendapat perhatian dan harus segera dibenahi karena sangat mempengaruhi peningkatan kualitas pendidikan kita.

Komitmen pemerintah sebenarnya cukup kuat untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Pemerintah telah berupaya namun belum dapat mengangkat totalitas kinerja dan peningkatan pendidikan. Jika melihat secara parsial kondisi pendidikan sempat dibenahi tetap belum signifikan mengangkat kualitas pendidikan.

Menurut Polling dalam Pendidikan Network pada tanggal 1Juni 2007 Mutu Pendidikan Disebut Sebagai Hal Utama Bagi Pendidikan Bagian Yang Mana?

Kurikulum / Silabus 31.56 % (107)

Jumlah Mata Pelajaran 0.88 % (3)

Kualitas Guru 28.02 % (95)

Sarana/Prasarana/Peraga 9.44 % (32)

Teknik Belajar/Mengajar 27.73 % (94)

Menurut Polling di atas berarti Kualitas guru mempengaruhi mutu pendidikan, bagaimana cara kita untuk meningkatkan mutu guru, itu yang menjadi PR bagi pemerintah kalau menginginkan pendidikan di Indonesia lebih maju dan tidak tertinggal dengan Negara lain.

Faktor Kesejahteraan

Faktor yang paling menonjol dan sering dituding sebagai biang keladi kelemahan sistem pendidikan adalah rendahnya tingkat kesejahteraan guru. Benarkah? Sebenarnya terlalu sulit untuk menjawabnya. Karena dalam konteks pendidikan akan bersinggungan secara langsung dengan mentalitas penyelenggara dalam lembaga pendidikan. Benarkah jika dengan disejahterakannya para guru sudah dapat ditarik garis linear terhadap peningkatan kualitas pendidikan?

Mengukur Kinerja

Salah satu indikator keberhasilan bidang pendidikan adalah kemampuan dalam mengukur kinerja tenaga kependidikan. Benarkah dengan adanya peningkatan kesejahteraan, sebagaimana yang termaktub dalam UU Guru dan Dosen tersebut, para guru dan dosen dapat lebih meningkatkan kinerja. Atau jangan-jangan malah karena sudah terlalu "dimanjakan" maka akan semakin tidak menunjukkan kinerja yang baik. Pernyataan yang terakhir tentulah sangat tidak arif untuk disampaikan kepada para guru dan dosen yang secara kasat mata adalah pioner terdepan yang mengusung aspek moralitas bangsa. Merekalah yang menjadi garansi baik-buruknya moralitas anak bangsa ini ke depan.
Nama & E-mail (Penulis): Linda Oktavia Dewi

0 komentar:

TIME IS MONEY

ISLAMIC FINDER